Kepulauan Riau yang memiliki wilayah Bahari mencapai 94 % merupakan daerah yang memiliki potensi besar dalam pembangunan dan pengembangan wisata Bahari. Pulau pulau yang indah dengan gugusan pantai dengan pasir putih ditambah lagi karang karang laut dengan hiasan biota lautnya membuat Bahari Kepri sebagai destinasi wisata yang Indah dan menawan. Terbitnya Peraturan Presiden tentang Kapal Wisata (Yacht) pada tahun 2011 dengan tujuan untuk mempermudah kapal kapal wisata asing masuk ke perairan Indonesia dan membuka peluang kebangkitan ekonomi rakyat khususnya masyarakat pesisir. Acara sosialisasi diselenggarakan oleh Kementrian Koordinator Ekonomi bekerja sama dengan Kementrian Pariwisata Ekonomi Kreatif mengambil tempat di Hotel Goodway Batam. hadir dalam acara ini Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Riau Bapak Guntur Sakti. Dalam sambutannya Kepala Dinas Pariwisata Kepri menyampaikan terima kasih nya kepada Kementrian Koordinator Ekonomi yang telah menyelenggarakan acara tersebut yang sebenarnya menjadi kebutuhan yang diharapkan pelaku usaha khususnya di bidang wisata bahari. disamping itu juga beliau berharap peraturan ini akan menjadi sebuah panduan dan panutan bagi semua pihak untuk membangun kepariwisataan khususnya di bidang bahari. Beliau juga berharap kiranya event seperti Sail Morotai, Sail Bunaken dan sejenisnya yang mayoritas di selenggarakan di wilayah timur indonesia bisa diselenggarakan juga di wilayah Kepri khususnya di wilayah Natuna, Anambas dan Lingga.
Sosialisasi ini mendatangkan nara sumber dari berbagai pejabat yang berkaitan dengan Peraturan ini yaitu : Kementrian Perhubungan, Imigrasi, Karantina, Bea dan Cukai, Mabes TNI, Kemenlu, Angkatan Laut. sementara peserta yang terdiri dari Kepala Dinas Pariwisata se Kepri ditambah juga pelaku usaha pariwisata dari Bintan, Batam dan Tanjungpinang
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2011
TENTANG
KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya sebagai modal dasar untuk mengembangkan industri wisata bahari;
b. bahwa dalam rangka mengembangkan industri wisata bahari dan
meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, pulau-pulau kecil,
dan perairan pedalaman, perlu diberikan kemudahan bagi kapal
wisata (yacht) asing yang berkunjung ke Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang
Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2373); - 2 -
3. Undang…
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3482);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4661);
6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); - 3 -
MEMUTUSKAN…
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KUNJUNGAN KAPAL
WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah.
2. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta
alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
3. Kapal wisata (yacht) asing adalah alat angkut perairan yang berbendera asing dan
digunakan sendiri oleh wisatawan untuk berwisata atau melakukan perlombaanperlombaan di perairan baik yang digerakkan dengan tenaga angin dan/atau tenaga
mekanik dan digunakan hanya untuk kegiatan non niaga.
4. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi
dengan fasilitas keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
5. Pelabuhan masuk atau pelabuhan keluar adalah pelabuhan atau marina yang
ditetapkan sebagai tempat masuk dan keluar kapal wisata (yacht) asing. - 4 -
6. Penyelenggara...
6. Penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing adalah badan usaha, asosiasi,
organisasi olahraga dan sejenisnya yang menyelenggarakan kegiatan pariwisata
bahari.
7. Agen umum adalah perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional yang
khusus didirikan untuk melakukan usaha keagenan kapal, yang ditunjuk oleh
perusahaan angkutan laut asing untuk mengurus kepentingan kapalnya selama berada
di Indonesia.
8. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
10. Instansi terkait adalah semua instansi pemerintah yang memiliki keterkaitan dengan
peningkatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing.
11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kepariwisataan.
Pasal 2
(1) Kapal wisata (yacht) asing beserta awak kapal dan/atau penumpang termasuk barang
bawaan dan/atau kendaraan yang akan memasuki wilayah perairan Indonesia dalam
rangka kunjungan wisata diberikan kemudahan di bidang Clearance and Approval
for Indonesian Territory (CAIT), kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan
karantina.
(2) Pemberian kemudahan pemasukan kapal wisata (yacht) asing beserta awak kapal
dan/atau penumpang termasuk barang bawaan dan/atau kendaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan di pelabuhan masuk dan pelabuhan keluar
sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Presiden ini. - 5 -
(3) Permohonan…
(3) Permohonan untuk memperoleh Clearance and Approval for Indonesian Territory
(CAIT) dan perizinan terkait dengan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan
karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik.
Pasal 3
Kapal wisata (yacht) asing beserta awak kapal yang akan melakukan kunjungan wisata ke
Indonesia diberikan kemudahan dalam proses permohonan dan pemberian Clearance and
Approval for Indonesian Territory (CAIT).
Pasal 4
(1) Kapal wisata (yacht) asing yang akan melakukan kunjungan wisata ke Indonesia
diberikan kemudahan di bidang kepelabuhanan apabila masuk dan keluar melalui
pelabuhan sebagai berikut :
a. Pelabuhan Sabang, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam;
b. Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara;
c. Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat;
d. Nongsa Point Marina, Batam, Kepulauan Riau;
e. Bandar Bintan Telani, Bintan, Kepulauan Riau;
f. Pelabuhan Tanjung Pandan, Belitung, Bangka Belitung.
g. Pelabuhan Sunda Kelapa dan Marina Ancol, Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
h. Pelabuhan Benoa, Badung, Bali:
i. Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur
j. Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah
k. Pelabuhan Tarakan, Tarakan, Kalimantan Timur;
l. Pelabuhan Nunukan, Bulungan, Kalimantan Timur;
m. Pelabuhan Bitung, Bitung, Sulawesi Utara;
n. Pelabuhan Ambon, Ambon, Maluku; - 6 -
o. Pelabuhan…
o. Pelabuhan Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, Maluku;
p. Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara, Maluku;
q. Pelabuhan Sorong, Sorong, Papua Barat; dan
r. Pelabuhan Biak, Biak, Papua.
(2) Pelabuhan masuk dan pelabuhan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diubah dengan memperhatikan :
a. perkembangan kunjungan kapal wisata (yacht) asing;
b. kesiapan sarana dan prasarana pendukung untuk memberikan pelayanan; dan
c. pengembangan wilayah.
(3) Perubahan pelabuhan masuk dan pelabuhan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan setelah berkoordinasi dengan
instansi terkait.
Pasal 5
(1) Kapal wisata (yacht) asing, termasuk barang bawaan dan/atau kendaraan yang
dimasukkan untuk kegiatan wisata wajib memenuhi ketentuan kepabeanan tentang
impor sementara.
(2) Untuk memperoleh izin impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pemilik kapal wisata (yacht) asing atau melalui agen umum dan/atau penyelenggara
kunjungan kapal wisata (yacht) asing mengajukan permohonan kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Penyelenggaraan kunjungan kapal wisata (yacht) asing dapat dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing.
(4) Pemerintah dan/atau penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing
sebagaimana dimaksud ayat (3) bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan serta
sebagai penjamin atas kewajiban kepabeanan terhadap pemasukan barang dan/atau
kendaraan yang dibawa oleh awak kapal yang bersangkutan. - 7 -
Pasal…
Pasal 6
(1) Pemasukan kapal wisata (yacht) asing beserta barang dan/atau kendaraan yang
dibawa oleh awak kapal diberikan kemudahan di bidang penjaminan.
(2) Pemberian kemudahan di bidang penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan menggunakan jaminan tertulis.
(3) Jaminan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh :
a. Pejabat Pemerintah Pusat serendah-rendahnya eselon I atau setingkatnya;
b. Pejabat Pemerintah Daerah serendah-rendahnya eselon II atau setingkatnya
yang bertindak sebagai penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing di
daerahnya;
c. Penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing; atau
d. Agen umum.
Pasal 7
(1) Awak kapal dan/atau penumpang kapal wisata (yacht) asing yang akan melakukan
kunjungan ke Indonesia wajib memiliki izin tinggal.
(2) Izin tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa izin tinggal kunjungan
dalam jangka waktu tertentu yang diberikan kepada warga negara asing sebagai
awak kapal wisata (yacht) asing :
a. pemegang Visa Kunjungan yang diterbitkan Perwakilan Republik Indonesia;
b. pemegang Visa Kunjungan Saat Kedatangan saat tiba di wilayah Republik
Indonesia; atau
c. subyek negara Bebas Visa Kunjungan Singkat.
(3) Izin tinggal kunjungan dalam jangka waktu tertentu bagi pemegang Visa Kunjungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dapat diperpanjang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. - 8 -
(4) Pengajuan...
(4) Pengajuan permohonan perpanjangan izin tinggal kunjungan dalam waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan di Kantor Imigrasi terdekat di mana
kapal wisata (yacht) asing berada, dengan melampirkan:
a. Surat permohonan dan jaminan dari penjamin;
b. Fotocopy paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan; dan
c. Fotocopy izin tinggal.
(5) Awak kapal wisata (yacht) asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diwajibkan untuk melakukan pendaftaran orang asing.
Pasal 8
(1) Kapal wisata (yacht) asing beserta awak kapal termasuk barang bawaan yang akan
melakukan kunjungan wisata ke Indonesia wajib menjalani pemeriksaan karantina.
(2) Pemeriksaan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Pemeriksaan kepelabuhanan, kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan serta
pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dilakukan secara terpadu di pelabuhan
masuk dan pelabuhan keluar.
Pasal 10
Kapal wisata (yacht) asing beserta awak kapal termasuk barang bawaan dan/atau
kendaraan yang akan keluar dari wilayah perairan Indonesia wajib menyelesaikan semua
kewajibannya di bidang kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan, dan kepelabuhanan.
Pasal 11
Kapal wisata (yacht) asing yang melakukan kunjungan wisata di wilayah Indonesia
dilarang untuk dikomersilkan dan/atau disewakan kepada pihak lain. - 9 -
Pasal...
Pasal 12
(1) Dalam rangka keselamatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing, Pemerintah
mengembangkan sistem pemantauan kapal.
(2) Pengembangan sistem pemantauan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Dalam rangka peningkatan kunjungan kapal wisata (yacht) asing, Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan fasilitas bagi kapal wisata
(yacht) asing.
(2) Dukungan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. penyiapan alur pelayaran kapal wisata (yacht) asing;
b. kemudahan dalam pembangunan marina atau terminal khusus kapal wisata
(yacht) asing;
c. pembangunan dermaga;
d. pemasangan sarana bantu navigasi pelayaran;
e. kemudahan untuk fasilitas perawatan dan perbaikan kapal wisata (yacht); dan
f. fasilitas dan kemudahan lainnya sesuai kebutuhan.
(3) Pemberian dukungan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Dalam rangka menjamin efektifitas pelaksanaan Peraturan Presiden ini dapat
dilakukan koordinasi dengan instansi terkait dan/atau pihak lain. - 10 -
(2) Koordinasi...
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan unsur-unsur :
a. Kementerian Luar Negeri;
b. Kementerian Pertahanan;
c. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
d. Kementerian Keuangan;
e. Kementerian Perhubungan;
f. Kementerian Kesehatan;
g. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
h. Kementerian Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif;
i. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia; dan
j. Agen umum dan/atau penyelenggara kunjungan kapal wisata (yacht) asing.
Pasal 15
Kapal wisata (yacht) asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10, dan Pasal 11 dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini diatur
oleh Menteri, Menteri terkait dan Pimpinan instansi, baik secara bersama-sama maupun
sendiri-sendiri sesuai bidang tugasnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal... - 11 -- 12 -
Pasal 17
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Kabinet,
Agus Sumartono, S.H., M.H.
No comments:
Post a Comment