Siapa saja akan merindukan dan berkeinginan untuk memiliki mutiara, benda yang walaupun bentuk dan ukurannya kecil namun harganya bisa selangit. Di Kepulauan Riau juga memilki "Mutiara" bak kemilau bagai sinar yang benderang. Mutiara ini aku rasakan saat melakukan serangkaian kerja (tour of duty) mencontek judul sebuah film, perjalanan ke Kabupaten yang diujung Provinsi Kepulauan Riau ini harus di tempus dengan menggunakan pesawat Riau Airlines namun sekarang ada penerbangan Sriwijaya juga dari Batam. Perjalanan dari Tanjungpinang akan di tempuh lebih kurang 1 jam dengan pesawat RJ 100 milik maskapai Riau airlines, namun sekarang sudah pakai pesawa yang lebih besar Boing 737-500. Mutiara di Ujung Utara ini merupakan selogan yang di publikasi oleh Pemerintah Natuna melalui Dinas yang mengurus kepariwisataan di negeri ini. Awalnya sebelum menginjak kan kaki di Kabupaten ini saya masih bisa menggambarkan Mutiara seperti apa yang ada diujung utara ini.
Setibanya di Kota Ranai yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Natuna ini kami mendarat di Bandara Ranai yang merupakan milik Angkatan Udara. Mometum dengan kesederhanan lapangan udara yang ada ingin kami abadikan untuk merekan setiap wajah dan ruang. Namun sayang sungguh di sayang di bandara ini tidak boleh mengabadikan gambar kata petugas di situ... Kawan ku di panggil petugas gara gara memotret momentum itu ...namun dengan berbekal sbuat surat yang cukup berguna yang sengaja saya persiapakan untuk kalau kalau ada yang bertanya, dan ternyata ampuh juga surat sakti itu
Petang itu setelah menitip bekal perjalanan di hotel Kaisar (mungkin maksudnya Caesar Palace) yang terkenal dengan arena tinju di Amerika itu sebuah hotel yang terbaik di Kota ini menjadi tempat kami bermarkas selama melaksanakan misi "Mendulang Mutiara di Ujung Utara", kami langsung menuju sebuah perbukitan yang tinggi persisnya di sebelah sau tower Navigasi . Pemandangan unik dengan batu batu besar menempel kokoh di tebing yang terjun ke laut, kalau lah ada sebuah restaurant di kemas dengan nuansa musik tradional dan makanan dengan cita rasa lokal dengan asam pedasnya dan Ikan Krapu yang segar merupakan kesan dan pengalaman yang tidak terlupakan saya rasa sebuah bangunan telah berdiri tegak di sekita puncak bukit itu dan kami pun berkesempatan singgah di sana atas kebaikan dari Bapak Bapak yang kami kenal saat berkunjung di Masjid Agung, salah satu dari mereka yang juga ketua MUI itu masih memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pemilik Bangunan di Puncak Bukit itu. Pemadangan kota Ranai, Gunung Raia, Pulau Senoa hingga seluruh penjuru bisa di pandang melalui bangunan yang bertingkat 3 itu. Kesempatan ini kami abadikan melalui kamera kecil yang menjadi kawan utnuk mengabadikan perjalanan itu. di Bukit ini saya melihat "Mutiara yang masih terpendam" Itu. Petang itu sambil menunggu berbuka puasa kami sempat memandang betapa indahnya pemandangan kota ini. Ikan Krapu Goreng dan Kolak menjadi santapan berbuka Puasa.
Masjid Agung Natuna |
Pagi itu kami berangkat setelah sahur sebab ingin mengejar seperti apa "sang surya" bersinar di pagi hari. permukaaan laut yang hening di tepi pantai yang berseberangan dengan Pulau Sahi kami menghentikan perjalanan untuk mengambil nuansa pagi yang damai. Perjalanan darat menelusuri Pulau Bunguran itu pun kami lanjutkan dengan menggunakan sebuah mobil menelusuri tepi pantai di sisi kiri jalan. Sejuba, Tanjung, Pulau Sahi, hingga jalan pun habis di ujung utara kampung Buton. jalan yang belum di aspal membuat perjalanan ini teras berpetualang dan kami sempat berhenti sejenak untuk mengambil momen untuk di abadikan di Tanjung Datuk. Potensi pantai luas di Pengadah dengan pantai yang ditumbuhi dengan ilalang dan beberapa phon nipah, menurut cerita orang lokal bahwa ada sebuah sungai kecil diantara pantai yang terdapat di lokasi ini merupakan alur turunyanya orang "bunian" pada masa itu, menjadikan keunikan tersendiri yang perlu di gali cerita tentang orang "bunian" ini. Kami temukan mutiara lain di Pulau ini.
Di Pulau ini juga memiliki pelabuhan besar yang bisa di singgahi oleh Kapal kapal besar seperti kapal Pelni, Selat Lampa orang orang setempat menyebut nama tempat itu. sebuah pulau kecil di depan Selat Lampa ini kami terjun untuk melihat keindahan bawah lautnya dengan karang karang terhambar tempat dimana ikan ikan bermain dan bercanda gurau. namun sangat disayangkan cukup banyak karang karang yang ada sudah rusak akibat ulah ulah orang yang ingin mengambil keuntungan tanpa memikirkan masa depan ekosistem laut. Mutiara yang malang ......
Kami juga berkesempatan untuk melihat begitu megahnya bangunan Kantor Bupati yang berdiri kokoh diatas sebuah bukit, dari dua banguan yang saya temukan di pulau ini komplek Masjid dan komplek perkantoran Kantor Bupati saya berpikir begitu makmurlah masayrakat disini atas Mutiara Mutiara di Ujung Utara ini. hasil yang diperoleh dari mutiara mutiara itu lah negeri ini bisa memiliki bangunan megas dan kokoh
Tak terasa 5 hari kami di sana sesuai rencana kami hanya 5 hari saja namun karena pada hari dimana kami hendak kembali ke Tanjungpinang, sambil menunggu pesawat kami menyempatkan diri untuk melihat kawasan pelabuhan barang di sekitar bandara namun akibat cuaca Buruk pesawat yang kami tunggu pun tidak bisa “landing” berhubung bandara tidak memiliki lampu navigasi yang cukup untuk membantu pesawat landing
Mutiara mutiara yang berserakan di Ujung utara ini membutuhkan pendulang pendulang yang bijaksana untuk menjadi kan mutiara yang bersinar yang menerangi kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan alam untuk masa depan yang lebih baik dan berkepenjangan . Mutiara mutiara yang terhampar di wilayah ini sangat membutuhkan tangan tangan yang sabar dan terampil sehingga menjadikan daya tarik bagi semua orang untuk melihat dan menikmati keindahan dan kemilau Mutiara di Ujung Utara
SS
No comments:
Post a Comment